Sunday, March 11, 2012

Alat Musik Unik

Gue mau bagi cerita menarik selama gue ikut Winter Camp di Wuhan, Cina.

Nih ya, gue mengunjungi sebuah museum yang letaknya di pusat kota Wuhan. Ini merupakan museum seni yang cukup populer di Wuhan. Di dalamnya ada sebuah alat musik yang gedenya mungkin 3 kalinya gajah yang babak belur. Alat musik ini adalah sekumpulan lonceng yang ukurannya bervariasi. FYI, alat musik ini hanya ada SATU dan tidak ditemui lagi di belahan dunia manapun. Pihak museum membuat 'miniatur' alat musik ini dan gue berkesempatan untuk menonton pertunjukan bermain lonceng-lonceng itu, kalian juga bisa nonton di sini kok:

http://www.youtube.com/watch?v=dXmQHK5xn8E&feature=plcp&context=C486a8f2VDvjVQa1PpcFONQyRU4mr69qKPYUfvXwdAQnzDNuJk0EM%3D

Miniaturnya aja segede bagong, gimana alat musik aslinya coba? Bayangin aja tuh gedenya seberapa. Susah buat deskripsiin alat musik ini pakai kata-kata. Pokoknya gue seneng banget bisa tahu kalau ada alat musik semacam itu di bumi ini. Masa ya, sejarahnya alat musik ini cukup tragis loh... (jujur, gue rada lupa. Tapi setahu gue sih ceritanya ya kayak gini)

Ada seorang Kaisar dari Cina yang sangat menyukai musik. Dia memiliki koleksi alat musik kuno dan senang untuk mendengarkan pengawal beserta dayang-dayangnya untuk memainkan kumpulan-kumpulan alat musik tersebut. Namun, kaisar ini gila perempuan. Saking banyaknya perempuan yang dia... well semacem dipacarin lah istilahnya, akhirnya masyarakat berminat untuk mengubur dia hidup-hidup beserta semua perempuan-perempuannya dan seluruh koleksi alat musiknya.

Beratus-ratus tahun kemudian, salah satu alat musik koleksi kaisar ini ditemukan oleh penemu dari Cina dan dengan dibantu oleh beberapa penemu dari negara lain, akhirnya mereka berhasil mengangkut salah satu alat musik koleksi kaisar tersebut. Gituuuuh.

Setahu gue sih ceritanya kayak gitu, kalau ada yang salah bisa langsung kasih tahu kok, entar gue benerin lagi. Mehehe.

Friday, March 9, 2012

Kekagetan Fatal

Waktu itu hari Senin dan pas pelajaran Bahasa Inggris, kejadian gila bin aneh ini terjadi.

Guru bahasa Inggris gue yang merupakan salah satu guru Bahasa Inggris terbaik di sekolah gue sedang mengajar, gue saat itu juga lagi serius memperhatikan gerakan tangannya yang begitu cepat menulis di papan tulis putih, sambil mainin bolpoin kesayangan gue yang berwarna hitam.

Dan lo tau apa?!?! HP GUE BUNYI. Tiba-tiba................gue keselek.

Keselek beneran karena gue kaget HP gue bunyi-bunyi dari dalem kantong kemeja. Emang sarap bener sistem organ tubuh gue. Masa kaget dikit langsung keselek? Udah gitu keseleknya juga lebe, kayak orang yang mabuk yang kejang-kejang sambil melet-melet. Momen abnormal itu menarik perhatian guru gue. Mungkin saat itu dalam pikirannya, kenapa nih anak? Udah matanya merem, mukul-mukul meja, melet pula... Haleluya Puji Tuhan Sujud Syukur beliau engga sadar kalo HP gue bunyi. Mungkin suara gue lebih gede berlipat-lipat kali dari suara HP gue? Untungunya HP gue langsung berhenti bunyi dan setelah kejadian keselek itu selesai, gue minta izin buat minum dan dengan diam-diam gue mematikan HP gue. Beberapa temen gue sadar kalo HP gue bunyi, tapi mereka engga mengira kalau gue bakal keselek kayak gitu. Mereka sempet ngira kalau keseleknya juga keselek bohongan supaya suara HP gue engga kedengeran, tapi setelah gue menjelaskan semuanya, mereka akhirnya menyadari bahwa teman satu kelas mereka yang berambut bule padahal orang tuanya Indonesia tulen ini emang beneran keselek.

Kejadian yang benar-benar gila.

Awesome Conversation

Eits, cerita sebelumnya belum selesai ini ada lanjutannya.

Gue beserta rombongan Winter Camp langsung bergegas ke pesawat setelah menunjukkan boarding pass kami masing-masing. Seingat gue, kursi gue saat itu G-47. Urutan kursi pesawat yang gue tumpangi bisa dibilang cukup absurd. Kenapa? Karena setelah A-B-C dilanjutkan dengan G-H-I. Entah karena ada sesuatu yang menyebabkan mereka skip huruf D-E-F, but I don't really care about it.

Akhirnya, kursi gue ketemu juga. Gue terlalu fokus melihat ke arah bagasi kabin karena bingung gimana cara angkat koper kecil gue yang beratnya udah kayak apaan tau. "May I help you, miss?" tanya seorang pramugara yang mungkin berwarga negara Cina dan bahasa Inggrisnya sangat lancar. Gue hanya menganggukkan kepala dan dengan sigap dia mengambil koper kecil ungu milik gue dan menaruhnya di bagasi kabin. "Thanks." "No problem," katanya disertai senyuman manis. Gila gila gila, ganteng juga nih orang. Astaga, ternyata bukan cuma dia yang ganteng. Masih banyak pramugara lain jalan bolak-balik di koridor pesawat, bikin gue terpesona. Lah... Jadi ngelantur. Anyway, sebelum gue duduk di calon kursi gue, gue menganalisa terlebih dahulu (cie elah) siapa yang bakal duduk di sebelah gue. Mungkin aja bukan salah satu teman dari rombongan Winter Camp. Dugaan gue bener, ternyata emang bukan. Tapi setelah gue lihat... Oh my Gosh. Gila. Shock. Kaget. Yea lebay. Bule yang tadi gue lihat di airport ternyata duduk tepat di sebelah calon kursi gue. Mungkin dia dapet yang H-47 jadi posisi dia di tengah. Gue di pojok, dekat koridor. Dia melihat ke arah gue dan tersenyum ramah, otomatis gue senyumin balik. That's it, anaknya pasti ganteng banget.

"Hello there," sapanya ramah setelah gue memasang safety belt pesawat. Gila, jedag jedug kayak orang clubbing coy rasanya. Udah sekian kali gue disapa sama bule, tapi kali ini kelihatan kalau orang yang sapa gue tuh ramah banget. "Hello," jawab gue singkat, jelas, dan padat. Dia menganggukkan kepala sambil tersenyum dan mulai menanyakan banyak hal mengenai keberadaan gue di Wuhan. "Wow, you're a very lucky girl." begitulah responnya setelah gue menjawab dengan lengkap semua pertanyaan dia menggunakan Bahasa Inggris. "Why do you think so?" tanya gue heran. "Because not everyone gets to have a Winter Camp in China. I'm sure you had a lot of great experiences." katanya dengan logat British yang kental. Gue berpikir, benar juga nih bule. "So, what's the best place you've ever visited in Wuhan?" tanyanya lagi sambil sedikit memutar badannya ke arah gue. "I've visited so many amazing places in Wuhan. I can't even choose which one is the best!" kata gue sambil mengangkat bahu, "what about you?" tanya gue balik. Sok berani banget gue nanya-nanya bule. "What do you mean?" Mampus gue. Salah nanya nih kayaknya. "I mean, what were you doing in Wuhan?" aduh grammar gue bener engga tuh? Udah lah, apapun jawabannya, nyengir aja. "Ohh, I was having a business here." Seperti yang tadi gue pikirkan, gue nyengir doang. Aduh gue engga berani ngebayangin ekspresi gue saat itu. Mungkin udah kayak keledai mabuk yang lagi nyengir memamerkan giginya. "How old are you?" tanya bule itu. "I'm fifteen." jawab gue dengan mantap. Gue mau tanya umur bule itu, tapi gue engga berani. Ya iyalah! Dia kan lebih tua daripada gue, kalau nanya usia ke orang yang mungkin lebih tua itu engga sopan. Seolah dia bisa baca pikiran gue, dia langsung bilang, "ah, half of my age." Otak gue langsung bekerja cepat. Oke, umurnya sekitar 30-an. "I'm very surprised!" katanya lagi. "Why?" gue ketawa mendengar logat British nya yang kedengeran banget. "Your English is very good! Because some Indonesian teenagers can't speak English very well like you." jawabnya. Woy, suara serek-tapi-rada-cempreng gue rasanya pengen keluar dari mulut gue saat itu juga. Tapi engga bisa, situasinya engga tepat. Ini di pesawat coy. Dengan nada santai gue jawab, "thank you." Gue ngobrol banyak hal sama dia. Mulai dari pengalaman-pengalaman hidup yang menyenangkan, keluarga, sampai akhirnya percakapan seru itu dimulai.

"You said you've been to Egypt, right?" tanya si Bule. "Yep," jawab gue singkat. Dia mengeluarkan seuntai liontin emas dari kemejanya. "This is the sign of the pharaoh." katanya sambil memperlihatkan sebuah lambang Mesir kuno. "It's beautiful." kata gue sambil terus memperhatikan kalungnya. Setelah selesai, dia kembali memasukkan kalungnya ke dalam kemejanya. Kami kembali berbincang-bincang mengenai banyak hal. Ternyata dia orang kaya. Dia udah mengunjungi seluruh negara di dunia kecuali Tibet dan The Poles. Wow. Gue takjub mendengar semua pengalaman dia di masing-masing negara, asik banget pasti jadi dia. Dia sempat menyalakan handphone nya diam-diam hanya untuk memperlihatkan foto-foto dia selama dia di Wuhan, Paris, Roma, Dubai, EVEN BALI! Bule ini tidak memiliki agama, tapi bukan berarti gue engga boleh ngobrol sama dia. Buat apa gue beda-bedain orang yang bakal gue ajak ngobrol sesuai sama agamanya? Menurut gue semua orang sama yaitu manusia ciptaan Tuhan yang suka mengulang kesalahan. Oh ya, gue sempat dibikin kaget sama bule ini. Ternyata dia masih single. Artinya... Dia ngga punya anak T_T hahaha. Engga apa-apalah yang penting gue senang bisa ketemu sama orang yang baik seperti bule ini. Gue juga dibikin kaget bukan karena status dia yang 'single', tapi ternyata... DIA TINGGAL DI SEKTOR 8 BINTARO. Gue sekolah di Bintaro, jadi setiap hari gue bolak-balik Bekasi-Bintaro. Iya, rumah gue di Bekasi. I won't talk about it.

"You know what? My brother passed away two years ago because of a cancer, but he stayed strong and felt like he didn't have any cancer. Whenever I asked him 'how do you feel?' he answered the same thing, 'I'm great!' even I knew that he was in pain. Let me tell you this, when you're sick or feeling down, keep smiling and say 'I'm okay, I'm good. Everything's gonna be fine.' Don't be like 'oh no, I'm sick. My life is over.' Never say that." gue terkesima dengan ucapan-ucapannya yang sangat inspiratif. "Do you know what's the difference between chase your dreams and reach your dreams?" tanyanya. "I thought they're the same?" gue bingung saat itu. "No. They're different. 'Chase your dreams' means you have to cahse it, but you're not sure if you're gonna get it or not. 'Reach your dreams' means you've reached it, with all things that you did, all of your efforts." gue manggut-manggut doang sambil berpikir pastinya. Bule ini bisa banget ya. Udah kaya, pinter pula. "Also, don't ever say 'I don't want to be sad today' but say the opposite which is 'I want to be happy'" Iya, dia bener. Gue belajar banyak dari dia, gue beruntung bisa ketemu sama dia. Dia adalah salah satu dari empat orang yang menginspirasi hidup gue. (Pertama bokap, kedua nyokap, ketiga Justin Bieber, keempat dia.)

"If you want to get your goals, just believe in yourself, follow your heart, and do your best. Since you're a Christian, don't forget to put God in your life as one of your priorities. Have faith in Him." gue hanya bisa mengaminkan dalam hati. Engga kerasa pesawat udah landing di Guangzhou. "Wow, we're here. Time flies that fast?!" katanya lagi. Gue cuma ketawa. "We've been talking non stop for two hours and I didn't even get to know your name!" OH IYA! Ya ampun! Daritadi dua jam di pesawat ngobrol-ngobrol sampai lupa nanya nama masing-masing! Gue segera mengulurkan tangan kanan gue, "My name is Linkan. Linkan Letlora." Dia menjabat tangan kanan gue, "I'm George." dia tersenyum ramah. "It's a pleasure to meet you, George." "Pleasures all mine, Linkan." katanya. George punya nama Prancis, karena ibunya berdarah Prancis, tapi sayangnya gue lupa nama Prancis dia apa, yang gue ingat nama Inggris nya. "Thanks for sharing everything to me, George. You should really write a book!" usul gue. Entah kenapa, awalnya gue takut banget ngobrol sama George, tapi lama-lama gue enjoy banget. "A book? You think so? Well, I think I might gonna write one." "Great! If you do, I'll be the first who buys it." dia tertawa. Oh ya, dia transit di Guangzhou selama dua jam lalu kembali melanjutkan perjalanannya ke Bangkok, Thailand. Another business trip I guess. "I'm going back to Indonesia on January 26th. I hope to see you again in Bintaro." dia ketawa lagi. Entah kenapa George senang banget ketawa. "Absolutely, George!" kata gue. Setelah beberapa penumpang sudah turun, gue beserta George berdiri untuk ambil barang bawaan kami di bagasi kabin. "Thank you!" sahut gue setelah dia membantu untuk nurunin koper gue. Kami berjalan menusuri kordior pesawat ke arah pintu keluar. "Thank you, Sir. Thank you, miss." kata pramugari pesawat dengan ramah. "I'm so lucky to meet you." kata gue. "No, I AM lucky to meet you. I've never talked everything about my life to a teengaer like you before." jelasnya. "Well, I have to go now. It's very nice to meet you, Linkan. I hope to see you soon in Bintaro!" lanjutnya sambil melambaikan tangannya dan berjalan menjauh. "Me too, George. Nice to meet you too. See you in Bintaro!" sahut gue sambil melambaikan tangan. Dia hanya tersenyum seperti biasanya.

Itulah George, bule atau bisa disebut juga 'orang asing' yang berhasil menginspirasi hidup gue. Gue bersyukur banget bisa ketemu dan berinteraksi langsung sama dia di pesawat. Sekarang udah tanggal 9 Maret 2012, tanggal 26 Januari 2012 udah lewat. Sampai sekarang, gue belum ketemu sama George. Mungkin gue engga bakal ketemu lagi sama dia. Satu hal yang bisa bikin gue inget sama dia, yaitu belokan ke arah Sektor 8 River Side Bintaro. Setiap kali gue lewat situ, gue suka berpikir... George tinggal di mananya ya? Ah, mungkin gue bisa ketemu lagi sama dia, someday. Mungkin saat gue ketemu sama dia, dia udah punya keluarga? Udah menikah sama wanita cantik dan punya anak laki-laki atau perempuan yang lucu. Nyokap gue bilang kalau gue beruntung banget bisa ketemu sama dia. Mungkin aja dia utusan Tuhan yang bisa memotivasi hidup gue buat jadi orang sukses seperti George di masa depan.

Gue berharap banget bisa ketemu lagi sama dia, entah kapan dan di mana. Kira-kira sekarang dia di mana ya? Mungkin sedang melakukan another business trip di luar negeri. Mungkin dia ke Tibet? Mungkin dia ke South or North Pole? Mungkin juga dia sedang merenung memikirkan bisnisnya dalam rumahnya yang terletak di Sektor 8 River Side Bintaro.

Thursday, March 8, 2012

Who Is He?

Gue mau negblog pakai bahasa Indonesia aja di sini, kalau mau lihat English version, bisa check tumblr gue, walaupun isinya kebanyakan foto-foto yang well, random.

Gue mau cerita tentang seorang laki-laki yang (katanya sih) umur gue itu setengahnya umur dia. Kurang lebih 30-an. Daripada kebanyakan basa-basi, langsung aja kali ya gue cerita. So here's the story...

Waktu itu tanggal 5 Januari 2012, gue berkumpul di Tianhe International Airport, Wuhan, Cina. Waktu setempat menujukkan pukul 8 pagi dan saat itu gue sedang mengantri giliran gue untuk security check. Setelah melangkah sebanyak satu sampai dua langkah kecil, akhirnya garis batas berhasil gue lewatin dan passport langsung gue serahkan ke petugas counter buat cek boarding pass gue. Iya, boarding pass bukan passport. Tapi entah kenapa yang gue kasih itu passport beserta boarding pass yang terselip rapi didalamnya. Anyway, setelah dia menganggukkan kepalanya tanda gue untuk menjalani security check, gue pun maju dengan santainya membawa ransel JanSport ungu gue dan koper kecil gue yang warnanya juga ungu. Dua orang satpam laki-laki bermata sipit tapi ganteng menghadang gue. Mereka berkata sesuatu dalam bahasa mandarin yang sedikit gue pahami sambil menggunakan body language. Dengan tampang sok ngerti, gue menganggukkan kepala dengan mantap dan menaruh ransel serta koper gue ke alat security check. Mereka engga protes, berarti dugaan gue bener. Mereka mau gue untuk taruh barang bawaan ke alat yang kelihatan seperti eskalator mini. Setelah seluruh pemeriksaan selesai dengan lancar, gue berjalan sedikit ke depan menunggu teman-teman gue yang masih tertinggal di belakang.

Bosan. Itulah yang gue rasakan saat itu. Akhirnya gue menghampiri kursi terdekat dan melihat keadaan di sekitar gue. Banyak banget hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang di sini. Random banget! Misalnya... ada yang lagi sibuk sama iPhone kecenya, ada yang sibuk benerin coat tebalnya, ada yang sibuk beli souvenir di salah satu toko souvenir di airport, banyak banget deh. Tapi ada satu sosok yang menarik perhatian gue, jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Sosok ini adalah sosok laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih, rambutnya blonde, dan penampilannya seperti seorang business man. Satu hal yang langsung terlintas di pikiran gue, "Anaknya ganteng ngga ya?" hahaha. Dia terlihat sibuk membawa tasnya berwarna cokelat tua dan menenteng coat nya yang tebal. "Hello? Yes. Of course! Okay, I'll be there in about an hour or two. Right, see you! Bye." begitulah yang kata-kata yang gue dengar dari mulutnya yang kecil saat mengangkat handphone nya yang beremerk Sony Erricson. Iya, gue tahu merk handphone nya karena dia berdiri tepat di samping gue. Well, saat itu gue lagi duduk. Jadi untuk melihat wajah laki-laki ini, gue harus mengangkat kepala gue setinggi mungkin, tidak seluruh wajahnya bisa gue lihat. Dia menaruh kembali handphone nya dan berjalan cepat menuju ruang tunggu, entah di mana. "Linkan! Ayo!" sahut salah satu teman gue sambil melambaikan tangannya dan gue langsung berlari ke arahnya. "Sudah lengkap ya! Ayo!" kata Lao Shi (artinya 'guru' dalam bahasa mandarin). Gue beserta rombongan gue yang berkisar enam belas atau tujuh belas orang berjalan ke arah ruang tunggu.

Singkat cerita, setelah menunggu sekitar 30 menit, akhirnya announcer berbunyi dan menyatakan bahwa pesawat yang akan gue tumpangi siap buat boarding.